Showing posts with label Lite Novel. Show all posts
Showing posts with label Lite Novel. Show all posts

Mystical Savior - Bab 9

11:22 PM Add Comment

Bab 9

Ren mulai kesal. Dia semakin bingung, bingung kegiatan apa yang harus dilakukan saat ini. Di dalam mall yang sangat membosankan ditambah suasana gaduh didalamnya. Ren hanya ingin bersantai dengan tenang. Namun malah ada anak kecil yang menganggu ketenangannya.

Ren menghela napas berat lagi. Dia segera mengejar anak kecil yang mengambil ponselnya itu.

"Woy! Kembalikan ponselku!" Teriak Ren.

Ren berlari sampai akhirnya dia berhasil mengejar anak itu. Anak itu tiba-tiba menangis karena Ren berhasi menangkapnya.

Ren tidak peduli, dia dengan segera merebut ponselnya kembali lalu meninggalkan anak kecil itu. Saat Ren mulai meninggalkannya, terdengar suara Ibu-ibu yang tidak lain adalah ibu dari anak tersebut.

"Huaaaa!!" Teriak anak laki-laki itu. Dia memasang wajah licik.

"Kenapa kau menangis? Apa yang terjadi?!" Tanya Ibu itu. Wajahnya sedikit khawatir.

"Kakak berbaju merah itu memukulku!" Anak kecil itu berbohong. Jelas-jelas dia yang sudah mencari masalah terlebih dahulu, tanpa sebab yang jelas--dia mengambil ponsel Ren.

"Apa! Kemana dia pergi?!"

"Itu.. yang sedang memegang ponselnya," anak itu menunjuk tepat ke arah Ren yang sedang berjalan santai kembali.
 
"Tunggu disini ya, Nak. Akan kuhajar pria aneh itu!"

Jaraknya masih tak terlalu jauh dengan Ren. Ibu itu mulai menghampiri Ren. Dia tak terima karena anaknya sudah dipukulnya, namun Ibunya tidak tahu jika anaknya sudah berbohong. Ren tidak memukul anak itu sama sekali--dia hanya mengambil ponselnya kembali, itu saja.

"Woy! Kau!" Teriak Ibu itu. Wajahnya memerah karena marah.

"Huh? Ada apa?" Tanya Ren polos.

"Kau apa 'kan anakku itu?! Akan kulaporkan kau ke polisi!"

"Tu-tunggu dulu! Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.." bantah Ren lembut.

"Kau sudah memukul anakku!" Ucapnya sambil memeluk anak itu.

"I-ni hanya salah paham. Sebenarnya dia sudah merebut ponselku, lalu aku mengejarnya dan merebut ponselku kembali. Ini hanya salah paham. Aku tidak memukulnya sama sekali. Dia sudah berbohong," melas Ren.

"Halah aku tak percaya! Sekarang ikut aku!"

Ren mengintip anak itu sekilas. Dia tampak menjulurkan lidahnya ke arah Ren. Tampak anak itu puas karena Ren dimarahi oleh Ibunya habis-habisan.

"Wek..."

"Sial.. mimpi apa aku ini.." Ren pasrah.

Ren begitu lesu, lemas dan tak berdaya. Disaat emosi Ibu mereda, dimana ada kesempatan dia akan segera lari dari Ibu tersebut. Dia mencoba mengecohnya.

"Ibu! Anak Ibu!" Ren menunjuk anak itu.

Ibunya menoleh kebelakang. Padahal anaknya sedang dipeluk olehnya sendiri.

"Lariii..!!!!" Ren lari cepat agar Ibu itu tak mengejarnya lagi.

Sambil berlari, dia terus teringat kejadian di dunia Naria. Dia terus terbayang-bayang di dalamnya.
Ren menghentikan langkahnya berlari. Tampak Ren berhasil lolos dari Ibu itu yang sudah tak terlihat lagi dari pandangannya.

"Apa yang aku pikirkan. Ren.. bangun.." gumamnya.

Ren mengucek matanya sampai matanya cukup memerah. Tiba-tiba, bayangan Hasekura dan Akari kalah dalam sebuah pertarungan di dunia Naria.

Ren sedikit khawatir. Dia segera berlari ke bangunan angker seperti biasanya. Jantungnya berdegub kencang. Hasekura diserang monster?

Pikirannya semakin kacau. Dia tidak ingin jika sahabatnya terjadi apa-apa.

Kurang sedikit, dia hampir sampai di depan pintu bangunan angker itu. Dia mengatur napasnya sejenak. Dia mencoba untuk tenang.

"Ayo.. masuk!" Teriak Ren.

Ren akhirnya berhasil memasuki dunia Naria untuk kedua kalinya. Dia berlari untuk menemui Hasekura yang telah kalah dalam pertarungan melawan monster.

Di bagian barat serikat Atherium, dia terus berlari sampai-sampai beberapa penduduk serikat itu menatap heran.

"Apa yang dilakukannya?"

"Orang asing.."

"Aku harus bertemu dengan Hasekura! Sial.. kenapa harus disaat seperti ini!"

Ren tidak sia-sia. Dia berhasil menemukan Hasekura dan Akira tergeletak di rerumputan. Mereka sudah lemas tak berdaya melawan monster yang satu ini.

Ren mengangkat mereka berdua.

"Kalian tidak apa-apa?" Tanya Ren.

"Aku tidak apa-apa!" Jawab Hasekura dan Akari.

"Sebaiknya kalian segera menjauh dari sini."

"Tapi-"

"Ayolah, jangan terlalu dramatis seperti itu.." Ren mengeluh dan menghela napas.

"Biar feel nya dapat!" Bantah Akari.
 
"Sebentar.."

Monster hijau berotot ini masih berdiri menatap mereka. Hasekura dan Akari berhasil diamankan di tempat yang cukup jauh dari monster hijau tersebut.
 
"Kau ini Hulk?" Tanya Ren.

"Hulk?"

"Dia sama sepertimu.. tapi sayangnya dia jauh lebih kuat.
Filmnya aja keren!"

"Apa kau bilang!"

Monster hijau itu berlari menuju ke arah Ren. Ren mengangkat tangannya.
"Sebentar.."

"Humm?" Monster hijau itu berhenti dan menatap Ren bingung.

Ren mengambil ponselnya dari saku celananya. Dia menyalakannya lalu mengecek apa sinyalnya ada di daerah ini. Alangkah senangnya, ada satu titik sinyal yang masih ada. Dia segera menghubungi seseorang.

Tutt.... terdengar suara yang tersambung. Sambungannya berhasil.

"Halo.." sapa Ren.

"Iya ini siapa ya?" Tanya pria itu.

"Aku Ren Katsuo. Apa benar ini penulis dari Mystical Savior di wattpad?"

"Iya.. kenapa emangnya? Ada apa?" Author nyolot.

"Apa benar ceritanya dibuat dramatis supaya feel nya dapat?"
Wajah author datar seketika.

"Iya! Biar pembaca juga ikut masuk ke dalam cerita ini. Seru kan?

Settingannya di Jepang! Aku di Indonesia! Keren kan!"

"Hum? Aku gak tanya lokasinya lho. Jadi... aku ini korban dari novelmu ya?" Tanya Ren lagi.

"Kira-kira chapter berapa Ren jadi kuat?"

"Kau meremehkanku? Tenang saja. Kau ada bagiannya."

"Kenapa malah aku yang jadi tanya! Ah!"

"Kenapa kau mendesah? Sedang bermain ya?"

"Kzl!

Akari dan Hasekura melihat Ren yang menghubungi seseorang yang ternyata adalah penulis dari cerita ini.

"Kira-kira siapa yang dihubungi oleh Ren, ya?" Batin Hasekura.

"Aku juga tidak tahu. Tapi monster itu masih diam saja."

Monster itu memiringkan kepalanya dan mencoba mendengarkan pembicaraan Ren dengan penulis.
Selama 5 jam, Ren berbicara dengan author itu. Monster hijau itu ternyata sudah meleleh. Lendir hijau mengoroti tanah tersebut. Sampai sepatu hitamnya terkena lendiran itu.

"Baiklah terima kasih. Jadi di chapter terakhir aku akan menjadi spesial ya. Mantap!" Ren cukup senang. Dia tetap masih memasang wajah datar. Sama seperti Authornya.

"Wooaaahh!!!!" Takjub Hasekura dan Akari.

"Ba-bagaimana bisa?!" Hasekura dengan tidak percaya. Dia menyipitkan kedua matanya dengan kedua tangannya memegang dagunya.

Monster itu kalah karena menunggu Ren yang begitu lamanya berbicara dengan Author tersebut. Ren memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeans panjangnya kembali. Dia menghampiri Hasekura dan Akari.

"Aaaa...."

"Apa?" Tanya Ren.

"He..hebat..." puji Akari.

"Siapa kau?"

"Ohya aku lupa. Perkenalkan namaku Kiira Akari. Panggil saja Akari."

"Akari. Aku Ren Katsuo," ucap Ren dengan singkat.

"Ren-san! Kenapa kau tidak ingin menjadi penyihir?! Kau sudah ditakdirkan untuk menjadi salah satu Pasukan Mistis. Kau bisa menyelamatkan dunia," Hasekura mencoba meyakinkan Ren sekali lagi.

Ren tidak yakin. Dia masih belum percaya dengan sihir. Semua ini tidak bisa dijelaskan dengan logika. Tapi inilah buktinya, logika tidak bisa membuktikannya--tapi inilah yang terjadi, penyihir memanglah ada.

"Entahlah aku juga tidak ingin membahayakan nyawaku sendiri."

Hasekura bangkit, dia menunduk.

"Aku mohon ikutlah bersama kami! Ren-san adalah orang yang hebat dan kuat! Kami membutuhkanmu!"

"Ungh?" Ren menggaruk kepalanya.

Dia sedikit bingung karena ini adalah permintaan dari sahabatnya sendiri.

"Ciee yang lagi nembak Ren!" Ledek Akari.

"Apa maksudmu! Aku hanya mengajaknya untuk menjadi penyihir! Bukan menjadi pacarku!
Ini serius!"

"Hentikan ocehan kalian."

"Ma..maafkan aku, Ren-san!"

"Yah karena ini permintaan darimu. Baiklah.. aku akan mengikuti kalian.." Ren pasrah. Dia sedikit tak mau untuk menjadi Savior.

"Yosha!" Hasekura mengangkat tangan kanannya dengan penuh semangat.

Sementara itu, Hana dan Mizuo memantau mereka dari bola kaca. Hana sudah memperkirakan jika hal ini akan terjadi. Ren akan ditakdirkan untuk menjadi Pemimpin Pasukan Mistis. Begitu pun dengan Mizuo, dia senang karena pria yang disukainya akan selalu berkunjung di dunia Naria.
Mizuo tersenyum-tersenyum sendiri. Hana masih menengok Mizuo.

"Kenapa dengan anak ini?" Gumam gadis berambut merah pendek itu.

"Maafkan aku! Aku tadi hanya ngelamun saja!" Mizuo kaget lalu menata rambut blonde panjangnya dengan jari-jari tangannya yang lembut.

"Huhh.. dasar...Hasekura dan Akari akan segera membawa Ren kesini," ucap Hana.

Mizuo berlari ke kamarnya untuk mengganti penampilannya supaya terlihat menarik di hadapan Ren nantinya. Mizuo mengunci pintu kamarnya dengan rapat, untuk memastikan dia tidak ingin ada seseorang pun yang mengganggunya, termasuk Hana.

Masih dalam perjalanan. Mereka bertiga sebentar lagi hampir sampai di kediaman Hana. Setelah sampai, Hana menyambut mereka dengan hangat. Ini adalah kabar yang cukup baik.
 
"Hoaamm.."

"Terima kasih.. kau sudah bersedia bergabung dengan Pasukan Mistis.." seru Hana.

"Ya..ya.."

"Sebenarnya..-"

"Sudahlah aku sudah mengetahui semuanya, Hana."

"Baguslah.. silahkan masuk.."

Mereka masuk ke dalam ruang tamu. Hana akan membicarakan tentang kemampuan yang dimiliki setiap Pasukan Mistis.

Mystical Savior - Bab 8

1:13 AM Add Comment

Bab 8 

Tiga puluh menit kemudian, Mizuo akhirnya sampai di tempat kejadian. Dia melihat Hana yang sudah tergeletak lemas.

"Hana-sama! Kau baik-baik saja?!" ucap gadis berambut blonde itu.

"Iya aku baik-baik saja."

Begitu terkejutnya Mizuo ketika melihat bagian selatan serikat Atherium telah luluh lantah. Dia juga belum tahu bahwa naga emas suci berhasil dikalahkan. Sangat sulit Hana untuk mengatakannya, tanggung jawab menjadi seorang penyihir memang tidak mudah. Penuh tanggung jawab yang besar untuk melaksanakannya.

"Apa yang sebenarnya terjadi disini?" Tanya Mizuo.

"Serikat Atherium.."

"Mizuo.. sebaiknya hentikan pertanyaanmu sekarang. Hana masih lemah," ucap Hasekura.

"Tidak apa-apa, Hasekura. Aku akan mengatakannya," potong Hana.

Hana dengan perlahan menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dan bagian selatan Atherium itu. Mulai dari Great Shamian Wolf sampai dari Penyihir Kegelapan bertopeng, Goro Daiki.
Selang Mizuo mendengar cerita itu, terasa mustahil baginya. Hana adalah penyihir yang cukup kuat. Tapi dia juga belum pernah melihat betapa lebih kuatnya Goro.

Mizuo masih menatap Hana dengan tatapan tidak percaya. Apalagi Hana terlihat tak membawa tongkat itu.

"Dimana tongkatmu?" Tanya Mizuo.

"Tongkatku telah diambil olehnya."

"Jadi penyihir kegelapan itu.." gumam Mizuo.

"Sekarang bagaimana dengan nasib Atherium?" Tanya Hasekura.

"Karena itulah.. Dunia Naria membutuhkan kalian semua. Aku akan mengurus semuanya.

Sekarang kalian boleh pulang.." ucap Hana.

Hana menyuruh Hasekura dan Akari untuk pulang. Tapi mereka tidak mau meninggalkan Hana karena kondisinya yang masih lemah. Hasekura merubah posisi duduknya dengan mengangkat kaki kirinya dan kedua tangannya melingkar ke lututnya.

Dengan berhubung di bumi [dunia manusia] juga sudah larut tengah malam, mereka memutuskan untuk kembali ke dunia manusia.

"Baiklah. Hasekura-chan, ayo kita pulang.."

"Uhm.. baik.." Hasekura mulai berdiri dari kursi kayunya.

"Mizuo antarkan kami pulang.." seru Akari.

Akari meminta untuk Mizuo mengantarkannya. Tapi mereka harus pulang sendiri karena mereka adalah sudah bagian dari dunia Naria. Mereka harus menemukan dimana tempat untuk pulang.
Hana hanya memberikan satu bocoran saja. Percaya dengan sihir.

Mereka hanya mengangguk kepala. Dengan perlahan mereka mulai meninggalkan Hana dan Mizuo.
Mereka berjalan dan terus mengelilingi sekitar selatan Atherium yang sudah cukup hancur itu. Yang mereka lihat hanya ada pepohonan tinggi dan beberapa gubuk yang masih selamat.

Selama dua puluh menit mereka mencari, mereka bersandar dibawah pohon yang rindang itu karena kelelahan.

"Hey Hasekura. Kita sangat kewalahan untuk mencari jalan keluarnya. Menyebalkan."

"Iya. Aku juga kelelahan sekali.. Padahal disini juga sudah mulai larut malam."

Hasekura mulai mengingat perkataan Hana.

Harus percaya sihir. Itu adalah kunci utama untuk keluar dan pulang dari dunia Naria.

Hasekura berdiri dan menghadap pohon itu. Dia memejamkan matanya sejenak dan berkata "Aku percaya sihir."
Tangannya mulai meraih batang itu dan alangkah anehnya. Kedua tangannya menembus pohon itu lalu dia membuka matanya sejenak.

Dia sudah berada di depan bangunan tua angker seperti yang dilakukan saat siang tadi [dunia manusia].

"Wow.. aku kembali.."

Hasekura mencoba membuka pintu itu lalu masuk kembali di dunia Naria. Akari masih menunggu.

"Diaa.. menghilang!"

"Akari-san! Aku sudah menemukan jawabannya!"

"Apa?! Jadi kau tadi tembus ke dalam pohon itu!"

"Coba kau pejamkan kedua matamu ke gubuk itu."

Akari melihat gubuk di depannya yang letaknya tidak jauh dari dirinya. Dia berjalan menghampiri gubuk itu.
Dia mencoba melakukan sesuai intruksi dari Hasekura. Dia begitu percaya dengan Hasekura karena hal yang dilakukannya tadi benar-benar berhasil.


"Lalu.."

Hasekura menyuruh Akari untuk mencoba memahami isi dunia Naria. Sesuaikan dirinya terhadap dunia Naria. Dan yang lebih penting lagi..
Percaya..
Percayalah dengan sihir..

"Baiklah aku percaya dengan sihir!
Terima kasih, Hasekura-chan!"

Hal yang dilakukan oleh Akari sama halnya dengan Hasekura. Hanya saja Akari beda tempat atau lokasi dengan Hasekura.

"Jadi.. sudah pulang ya?
Sama-sama!"

Hasekura juga melakukan hal yang sama.

Sudah sampai di depan banguan angker itu, dia melihat Ren yang masih belum pulang, tampaknya dia sedang menunggu sesuatu. Hasekura pun lalu menghampiri Ren.

"Ren-san! Kenapa kau tidak pulang?" Sapa Hasekura.

"Aku hanya menunggumu.."

"Menunggu..ku?"

Ren menatap Hasekura dengan tatapan tajam dan berkata..

"Sekarang ayo kita pulang!" Dia menghela nafas.

"I-iyaa.. maaf telah membuatmu lama menunggu."

****

Waktu sudah pagi, sekitar pukul tujuh lebih dua belas menit. Ren mendengar suara ponselnya berderig keras.
Saat di terbangun, dia melihat siapa yang menghubungi pagi-pagi sekali menurutnya. Ternyata suara deringan itu hanya alarm yang ada di ponselnya. Alarm itu sudah hampir sepuluh kali bunyinya.

"Apa aku seperti itu?" Dia bergumam tidak percaya.

Kesiangan lagi, itu yang biasa dilakukan oleh Ren. Namun tidur kesiangan sudah hal yang biasa untuk Ren. Terkadang dia malah pernah bangun sampai jam sepuluh pagi.

Dia beranjak dari kasur dan mencari sesuatu untuk dimakannya. Perutnya sudah keroncongan karena lapar. Dia segera menuju ke lantai bawah untuk ke dapur.

Sampai di dapur, dia membuka kulkas.

"Hmm... telur dan sosis."

Dia mengambil sosis siap jadi itu lalu membuka kemasannya. Lagi-lagi dia memakan makanan yang sangat membosankan.

Dia melihat sejenak dalam kemasan itu dan tertulis..

Selamat! Anda telah mendapatkan satu unit mobil!
Tukarkan kemasan ini di toko terdekat!

"Hadiah mobil.. hmm.. buang saja. Aku hanya ingin diskon besar-besaran di mall."
Dia membuang kemasan itu ke dalam tong sampah di sebelah kulkas itu. Setelah dia makan sosis, dia segera bergegas mandi seperti biasanya.

Tidak ada rencana apa-apa untuk hari ini. Dia akan bekerja seperti biasa.
Setelah berdandan rapi seperti mau pergi ke acara pesta pernikahan, rambut acak-acakan dengan muka kusut tanpa semangat.

Dia segera pergi bekerja.

Di tengah perjalanan sendiri, dia selalu memikirkan kata-kata dari Hana. Yang ditakdirkan untuk menjadi Pasukan Mistis.

Namun, hal itu sulit juga untuk dipercaya. Jika ada dunia lain seperti dunia Naria. Rasanya seperti mimpi memang, dia terus memikirkan hal itu dengan memegang dagunya.

"Apa benar aku akan menjadi Pasukan Mistis?"

Tapi dia saat ini tidak ingin bekerja, melainkan dia berbelok ke salah satu Mall untuk pergi berbelanja pakaian.

Banyak toko yang berjajar disana. Dia hanya bingung melihat pakaian mana yang akan dibelinya, bukan masalah penampilan ataupun kualitas pakaian--tapi dia hanya mencari harga diskon yang paling tinggi.
Diskon 12%, 15% bahkan sampai 25% tidak membuatnya tertarik. Dia ingin melihat diskon hingga mencapai 99,9% 

"Kenapa harga di  jaman sekarang mahal ya? Coba saja kalau gratis."

Dia begitu bosan melihat tidak ada diskon yang cukup heboh. Dia berjalan terus sambil melihat orang-orang yang berteriak lantang untuk menawarkan barang dagangannya.

Tanpa sengaja dia melihat sosok wanita sedang membeli sebuah kaset DVD yang cukup mirip dengan Hana. Ren lalu memegang kedua pundaknya lalu memanggil Hana dengan keras.

"Hana! Bagaimana kau bisa ada disini!"

Wanita itu mendorong Ren kebelakang. Bahkan wanita itu tidak mengenal siapa Hana. Dia menatap Ren aneh.

"Siapa kau?! Aku tidak mengenalmu!
Pergi sana!" Bentak wanita yang mirip Hana itu.

"Jadi.. kau bukan Hana ya?"

"Hana darimana! Aku tidak mengenalmu bodoh!"

"Maafkan aku.."

Ren itu menatap wanita itu aneh, dari fisik dan wajahnya sudah benar-benar mirip dengan Hana. Ayolah, ini hanya pikirannya saja. Dia masih terbayang akan kejadian kemarin.

"Kenapa kau melihatku seperti itu! Pergi!"

Bentakkan dari wanita itu membuat Ren tersadar sedikit. Ren berjalan meninggalkan wanita itu, dia kembali meratapi kebosanannya. Entah kenapa dia tak ingin bekerja hari ini.

"Bahkan tidak ada satupun diskon disini.
Ohya.. aku harus menghubungi Hasekura," gumam Ren.
Dia mencoba mengambil ponselnya di saku celananya, tapi alangkah sialnya--ponsel yang sudah ada di genggamannya langsung diambil oleh anak kecil.

"Ponselku.. kembalikan bocah! arghhh!" Teriak Ren dengan mengacak-acak rambut pendeknya. Kenapa kesialan ini harus terjadi padanya.

Mystical Savior - Bab 7

6:42 AM Add Comment

 Bab 7

"Apa katamu?!" Bentak Hana.

"Aku disini berdiri dihadapan kalian karena aku ingin melihat kehancuran dunia Naria!"

Hana masih tidak mengerti apa tujuan dari Goro Daiki. Dia tidak memperdulikan hal itu, semuanya sudah jelas--jika Goro akan menghancurkan dunia Naria.
Hana tidak akan tinggal diam, dia lalu menyuruh Akari dan Hasekura pergi menjauh dari Goro. Itu karena kekuatan sihir yang dimilikinya jelas tidak cukup kuat untuk menghadapinya.
Bahkan Hana sendiri tidak yakin jika dirinya akan menang melawan Goro.

Energi dari Goro sangat kuat, Hana mampu merasakan energi yang begitu kuat dari tubuh Goro.
[Magi : Uma no akuma] sebuah sihir dari Goro yang memungkinkan untuk memanggil kuda hitam raksasa dari bawah tanah.

Kuda ini diyakini mempunyai aura jahat dan kuat.

Portal sihir dari bawah tanah pun muncul kembali lalu keluar kuda dengan ukuran lebih dari lima belas meter dari portal sihir itu.

Kuda raksasa itu sudah ada di hadapan mereka.

"Baiklah.. aku tidak menghalangimu. Ini bagianmu.." Ucap Akari. Dia mundur bersama Hasekura.

"Aku tidak akan mampu untuk melawannya..
Energinya.. begitu kuat," ucap Hana dalam hati.

"Sekarang.. serang Atherium.."

Kuda itu mengangguk pelan, dia pun mulai berlari dan menghancurkan semuanya yang ada dibawah kakinya tersebut.
Hal itu masih dicegah sebelum terlambat.

Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, serikat Atherium sudah dijaga oleh naga emas suci.
Akhirnya, naga itu pun mulai menampakkan wujudnya tepat dihadapan kuda hitam itu. Dia tak ingin serikatnya dihancurkan begitu saja. Dia akan melawan muda itu.

"Kau.. ini.. Naga Emas Atherium.." gumam Hana.

"Wow! Sekarang ada naga emas!" Kaget Akari.

"Naga emas Atherium, ya?" Gumam Goro.

Duel antar raksasa telah dimulai.

Kekuatan yang sangat kuat mengalir dari mereka. Mereka saling bertarung dan saling melawan. Naga emas itu terus menabrakkan tubuhnya ke kuda hitam.
Kuda hitam juga tidak mau kalah, dia membalasnya dengan menabrak tubuhnya juga.

"Sekarang kau akan berhadapan denganku, Hana!" Ucap Goro.

Tidak berpikir panjang, Hana melesat dan sudah ada dibelakangnya. Dia mencoba untuk menendang kepala Goro.

"Lihat belakangmu! Bodoh!" Ucap Hana.

Tendangan sudah dilesatkan dan berhasil mengenai kepala Goro. Tapi--tendangannya sama sekali tidak berdampak padanya.

"Kau bercanda?" Tanya Goro.

"Apa?!"

Goro berhasil memegang kaki kiri Hana yang sudah mengenai kepalanya itu lalu membantingnya ke tanah. Hana tergeletak di tanah sekarang.

"Keluarlah pedang kegelapan!"

Portal sihir di sebelah kiri Goro terbuka. Lengan kirinya masuk ke dalam portal itu lalu mengambil sebuah pedang yang diyakini Pedang Kegelapan 
.
"Pedang itu.. jangan-jangan!" Kaget Hana.

Pedang itu adalah milik salah satu penyihir terkuat terdahulu. Dia dirumorkan tewas akibat insiden pembunuhan. Tapi seluruh serikat tidak mengetahui siapa pembunuhnya.
Walaupun penyihir itu bukan salah satu dari Pasukan Mistis, dia sangat sering membantu Pasukan Mistis terdahulu saat menghadapi berbagai monster.

Pedang itu sebenarnya bukan pedang kegelapan seperti yang dibicarakan oleh Goro. Pedang itu menjadi terlihat seperti jahat karena perasaan Goro sendiri.

"Jadi.. kau ini adalah pembunuhnya!"

"Itu sudah dua belas tahun yang lalu.."

"Berarti.. apa kau ini adalah penyihir dari masa lalu?!"

Hana tidak bisa bergerak karena kaki kirinya masih diinjak oleh Goro. Hana harus segera lolos dari Goro. Jika tidak--dia bisa terbunuh. Apalagi dengan kondisi Hana yang tenaganya sudah terkuras habis akibat melawan [Great Shamian Wolf]. 

Dia saat ini kesulitan untuk berpikir. Bagaimana caranya agar dirinya bisa lolos dari Goro?

Dengan tongkat yang masih dia bawa, dia mencoba menodongkan kearah Goro.

"Magi : Hikari gensō!"

[Hikari gensō] tongkat dari Hana mengeluarkan cahaya yang sangat silau untuk membutakan penglihatan Goro.
Cahaya ini juga mampu membuat lawan yang terkena akan masuk ke dalam jebakan ilusi.

Hana mencoba melakukan hal ini supaya bisa mengalahkan sekaligus melepaskan diri dari Goro.
Bukannya terkena ilusi, Goro menginjak tubuh Hana dengan semakin keras dan kuat. Dia seperti tak terkena silauan itu, bahkan ilusi miliknya tidak bekerja.

"Ilusi 'kah? Sepertinya kau tidak akan bisa membunuhku dengan sihir lemah seperti itu."

"Bagaimana kau bisa menghindari ilusi cahayaku? Padahal.. kau juga bisa melihat cahaya yang aku lakukan!"

"Cahaya akan kalah dengan kegelapan."

"Apa katamu?!"
Goro menendang Hana hingga tergelinding ke belakang beberapa meter. 

Jantung Hana berdetak kencang, dia tidak pernah melawan penyihir sekuat Goro Daiki. Dia benar-benar mati rasa.

Hana mencoba bangkit dengan perlahan dan tetap berusaha melawan Goro.

Mereka sejenak melihat para raksasa itu bertarung.

Naga emas itu tampak cukup unggul dalam pertarungan. Namun, Goro melompat dan menebaskan pedang kegelapan yang ada di tangan kirinya ke arah naga emas itu.

Pedangnya berhasil menebas bagian kepala Naga Emas Atherium.

"Tidak!!!!!!!" Teriak Hana.

Naga emas telah dibunuh oleh Goro. Naga itu mulai perlahan menghilang disana.

"Naga emas!!" Teriak Hana.

Dengan kata lain--serikat Atherium sekarang tidak dilindungi lagi oleh naga emas suci.

"Bagaimana? Apa kau muak?" Tanya Goro.

"Kau ini siapa! Goro!
Dengan mudahnya.. kau membunuh Naga emas suci!" 

"Ada 2 tujuan saat ini yang ada dalam pikiranku.
Pertama.. hancurkan dunia Naria.
Dan kedua.. hancurkan bumi."

"Ma..maksudmu dunia manusia?" Tanya Hasekura.

"Tepat. Tidak lama lagi seluruh monster akan segera bebas dan keluar untuk menghancurkan kalian!"

Hana mulai berlari kearah Goro dan mencoba membunuhnya sekali lagi. Kemenangan sangat tipis untuk Hana. Kemapuan Goro sudah tidak diragukan lagi, dia bukan penyihir sembarangan.
Hana tak akan menyerah untuk menyelamatkan serikatnya. Terlebih lagi, dia juga memaksakan tubuhnya untuk melawan Goro. Padahal sudah jelas, dia tetap tak akan bisa mengalahkannya.

"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi!!!!"

Goro memukul perut Hana dengan tangan kanannya lalu mengambil tongkat yang dibawa Hana itu.
Tanpa tongkat itu, dia tidak akan mampu untuk menggunakan sihirnya dengan sempurna. Goro lalu menendangnya hingga terpental di salah satu gubuk penduduk.

Akari dan Hasekura segera menghampirinya lalu mengangkat Hana yang sudah kesakitan.

"Hana-chan!"

"Hana-san! Bangun!"

"Aku tidak apa-apa.
Tapi dia berhasil mengambil tongkatku.." ucap Hana
.
"Aku akan menghadapinya-" Akari mencoba membantunya.

"Jangan! Kau tidak akan sanggup untuk melawannya! Bahkan aku pun tidak mampu untuk melawannya!
...Naga emas sudah tiada.." ucap Hana.

"Ini adalah peringatan untuk kalian semua! Bahkan..
Pasukan Mistis yang diramalkan akan datang pun tidak akan cukup untuk melawanku!
Ini adalah kemenangan pertama bagi monster!"

"Kau berpihak pada Akahito?" Tanya Hana.

".....baiklah aku pergi.."

Portal sihir hitam itu muncul dibawah Goro, dia masuk ke dalam portal dan dia pun akhirnya meninggalkan mereka.
Ini sebagai peringatan bagi dunia Naria bahwa sebentar lagi Akahito akan keluar dan akan menghancurkan seluruh alam semesta.
Terlebih lagi, tongkat milik Hana pun dibawa oleh Goro sebagai bukti betapa kuatnya dia. Sebagai penyihir kegelapan sekaligus penghancur dunia.

Mizuo pun masih mengantarkan Ren untuk pulang. Tapi sekarang yang mereka lihat, awan berubah menjadi gelap dan seperti pertanda akan datangnya hujan lebat ditambah dengan sambaran petir yang dahsyat nantinya.

"Hm.. kenapa awannya tiba-tiba berubah menjadi gelap," ucap Ren. Dia menyadari sebuah suasana yang berbeda.

Tapi tanda itu sebagai pertanda bahwa Hana kalah dalam pertarungan. Mizuo lalu berbalik arah dan meninggalkan Ren sendirian.

"Hana-sama.. apa yang terjadi denganmu?" Mizuo khawatir. Dia berbalik arah dan meninggalkan Ren disana.

"Hei bagaimana denganku?"

"Kau berjalan lurus di depan dan kau akan sampai disana," ucap Mizuo yang berlari untuk menuju ke tempat Hana.

"Hmm? Baiklah..
Apa yang sebenarnya terjadi disini?" ucap Ren yang penasaran.

Hana begitu sangat lemas karena energinya sudah terkuras cukup banyak. Akari dan Hasekura membaringkan Hana di sisa gubuk yang masih belum hancur.

"Kau baik-baik saja, Hana-chan?" Tanya Akari.

"Aku baik-baik saja."

"Hana-san..
Sekarang bagaimana.. apa kau bisa menggunakan sihir tanpa tongkat milikmu?" Tanya Hasekura.
"Aku tidak bisa menggunakan sihir tanpa tongkat itu. Tapi aku tetap bisa mengajari kalian.."


****


Di Markas Akahito yang berada di bawah tanah. Goro dengan bangga menujukkan tongkat milik Hana yang berhasil dia bawa ke hadapan Akahito.
Kemenangan pertama milik monster ini karena Goro yang begitu berjasa. Tapi--Akahito sama sekali tidak mengagumi kemampuan Goro yang masih lemah menurutnya.

"Bersoraklah untuk Goro Daiki! Penyihir kegelapan!"

"Jangan senang terlebih dahulu! Kau masih butuh belajar agar kekuatan sihirmu jauh lebih kuat!"

"Tutup mulutmu! Aku sudah mampu menggunakan sihirku dengan baik!"

Monster-monster bersorak nama Goro dengan kerasnya untuk kemenangan ini. Ambisi Goro untuk menghancurkan semuanya semakin kuat. Setelah masa lalu yang pernah dia alami sebelumnya. Seperti yang pernah diceritakan oleh Akahito.

Goro dengan mengangkat tongkat milik Hana serta mendengar teriakan namanya membuat dirinya begitu tersanjung.

Goro semakin besar kepala.
****

Mystical Savior - Bab 6

1:03 AM Add Comment

Bab 6


"Lihat ini. Hasekura-chan."

Akari tampak akan memamerkan kekuatan barunya itu. Dia sangat percaya diri. Namun di sisi lain, Hasekura sangat cemas jika Akari gagal melawan Great Shamian Wolf.

Akari melesat ke arah Great Shamian Wolf. Shamian hanya terdiam dan sudah menerima tebasan yang dilakukan oleh Akari secara bertubi-tubi. Pergerakan yang cepat tidak berpengaruh pada Great Shamian.

Tebasan yang sudah dilakukan Akari seperti tidak berdampak pada Great Shamian Wolf yang masih diselimuti api. Kekuatannya masih tidak sepadan dengan kemampuan sihir Akari yang masih terlalu lemah.
Secara kecepatan, memang mereka seimbang. Tapi secara pertahanan dan serangan, Great Shamian Wolf jauh lebih unggul. Ditambah lagi, Akari hanya bisa mengeluarkan sihir senjata saja, pedang dengan ukuran 1m itu.

"Tidak mempan, ya?" Ucap Akari yang mulai kelelahan.

"Apa cuma itu saja kemampuanmu?" Tanya Great Shamian Wolf.

Great Shamian Wolf mengayunkan tangan kanannya dan mencoba memukul Akari yang sudah ada di depannya. Akari melesat ke belakang dengan cepat untuk menghindarinya. Great Shamian menatap kaget, dia memiliki pergerakan reflek yang bagus.

"Sial.. tidak mempan."

"Akari! Kau masih butuh belajar untuk mengendalikan sihirmu!" Teriak Hana. Dia mengingatkan untuk tidak menggunakannya secara cuma-cuma, dengan kata lain ceroboh.

"Aku tahu itu, Hana-chan. Bahkan aku juga ingin belajar bersamamu..
Di kamar.
"
Hana masih terdiam dan masih memikirkan sebuah rencana. Tapi dia tidak yakin jika rencananya ini akan berhasil. Saat ini dia tidak mempertimbangkan akan resiko yang akan dihadapinya nanti.
Api akan kalah jika dilawan dengan air. Akari di dalam dirinya mempunyai elemen petir. Tapi Hasekura mempunyai elemem air di dalam dirinya.

Hana sudah mengetahui hal itu menurut buku ramalan, tapi yang menjadi masalah saat ini adalah--Hasekura masih belum bisa menggunakan sihir airnya.

Itu karena dia baru pertama kali datang ke Dunia Naria. Apalagi dia masih sangat lugu.

Sebenarnya, Hana juga bisa mengendalikan sihir air. Hanya saja dia masih ragu untuk menggunakannya. Hal yang harus dia lakukan adalah--menghilangkan api yang masih menyelimuti tubuh Great Shamian Wolf. Itu adalah solusi optimal untuk mengalahkan Great Shamian.

Terlalu banyak berpikir..

Di depannya sudah ada Great Shamian Wolf melompat diatasnya dan siap untuk menginjak Hana.

"Hana-chan! Awas!!" Teriak Akari.

Hana menengok ke atas dan dia melompat ke kanan dan berhasil menghindari injakan Great Shamian Wolf. Hana ingin mengulur waktu untuk mengumpulkan energi sihir airnya. Rencananya akan dimulai.

"Akari! Kau alihkan Great Shamian Wolf!" Teriak Hana.

"Dimengerti," jawab Akari.

Hana mencoba menjauh dari Great Shamian Wolf beberapa meter. Dia mengumpulkan energi sihir airnya.
Akari mencoba mendekati dan memancing Great Shamian Wolf.

Memancing amarahnya.

"Hey serigala!"

"Ada apa?!" Great Shamian Wolf berhenti.

"Aku punya satu pertanyaan untumu."

"Silahkan saja. Setelah ini--aku akan membunuhmu!"

"Akari benar-benar tidak takut dengan serigala itu.." batin Hasekura. Dia masih tampak tidak percaya dengan kejadian ini. Bertemu dengan monster dan bertarung.

"Kenapa kau sangat ingin membunuh Hana-chan?"

"Kau tahu kan, dia yang sudah membunuh Shamian Wolf."

"Ohh.. mayatnya sekarang ada di hutan sebelah sana."

"Lalu?"

"Aku sudah memakannya. Rasanya..
Seperti ikan busuk.
Karena apa? Karena kau adalah serigala jadi-jadian," ucap Akari tersenyum tipis.

Great Shamian Wolf mulai terpancing emosinya. Walaupun dia sudah tahu jika [Shamian Wolf] mati. Dia mencoba untuk menahan emosinya sesaat. Akari tak menyerah untuk membuat Great Shamian emosi, dia terus melontarkan kalimat-kalimat pedas agar terpancing.

"Bu..bukannya yang membunuh Shamian itu Ren, ya?" Gumam Hasekura.

"Apa katamu!!"

"Kau ini man monster juga. Bahkan aku masih punya sisa satu piring untukmu. Apa kau mau?
Dagingnya cukup kenyal lho.
Apa kau ini sejenis werewolf yang sering aku lihat di film-film itu?"

"Hentikan.. akan kubunuh kau..." ucap Great Shamian pelan.

"Sabar. Aku hanya memberitahumu yang sebenarnya."

"AKAN KUBUNUH KAU!!!! PRIA DEKILLL!!!!!!!"

Rencana Akari berhasil. Great Shamian mengamuk, dia berlari ke depan begitu cepatnya.

"Apa?!!" Kaget Great Shamian Wolf ketika Hana sudah di depannya

Energi Hana sudah cukup terkumpul, kemungkinan untuk menghilangkan api dari tubuh Great Shamian Wolf akan berhasil. Dia sudah ada di belakang Akari. Akari melompat ke belakang Hana.

Dia sudah menyiapkan semua ini. Rencana Akari benar-benar berhasil.

Akari terdiam dan menunggu aba-aba untuk menghindar.

"Akari sekarang!!!"

Kurang sedikit dia hampir terkena pukulan Great Shamian Wolf. Intruksi yang diberikan Hana tepat pada waktunya.

[Magi : Suirō o bāsuto] Hana menyemburkan air dari mulutnya dan membentuk menjadi naga air yang cukup besar. Kemungkinan besar naga air itu mampu melahap Great Shamian Wolf seketika. Tapi disini tujuan dia hanya satu--menghilangkan api dari tubuh Great Shamian Wolf.

"Apa!!" Kaget Great Shamian Wolf.

Hana mengeluarkan 2 naga air yang sudah mulai mendekati Great Shamian Wolf. Akhirnya, 2 naga itu berhasil menabrak tubuh Great Shamian Wolf dan api yang ada di dalam tubuhnya pun telah menguap dan api yang di tubuhnya hilang seketika.

Akari berlari  ke arah Great Shamian Wolf yang masih terdiam karena perasaan yang tidak pernah disangka sama sekali. Apinya sudah padam.

"Dia menghilangkan apiku.. yang kekuatannya 2x lipat dari api biasa.. tidak mungkin.."

"Yosh!"

Akari sudah berada di depan Great Shamian Wolf dengan pedang yang dipegangnya. Dengan cepat dia menusuk bagian perut Great Shamian Wolf. Pedangnya berhasil menembus tubuhnya.

Dia lalu mencabut kembali pedang itu. Great Shamian Wolf merintih kesakitan.

"Arggh!!! Perutku!!!" Shamian merintih kesakitan.

"Apa dia berdarah?" Gumam Akari.

"Akari!! akhiri segera!!!!" Perintah Hana.

Dia mundur kebelakang beberapa meter lalu merubah pedangnya menjadi panah.
Dia mulai menarik anak panahnya lalu dengan diiringi dengan busur cahaya berwarna kuning.

"Checkmate.." Akari melepaskan busur itu dan berhasil menancap bagian atas Great Shamian Wolf.

"Kalian.. kalian!!!"

Great Shamian Wolf dengan perlahan tubuhnya mulai memudar seperti kertas yang dibakar.
Akhirnya pertarungan yang cukup sengit itu membuat Akari kewalahan. Dia menyembunyikan perasaan itu dengan memasang wajah gembira atau tampang kuat.

"Kalian hebat sekali!" Puji Hasekura.

"Hehehe. Terima kasih, Hasekura-chan."

Hana masih tidak mengerti--bagaimana Akari bisa serta mampu menggunakan sihir. Yang jelas tadi--dia mengatakan bahwa dia berasal dari bumi [dunia manusia].

"Aku ingin tahu, kenapa dengan mudah kau bisa menggunakan sihirmu?" Tanya Hana.

"Yang jelas... aku akan ditakdirkan untuk menjadi Pasukan Mistis, kan?"

"Aku tidak bisa memastikannya," Hana membalikkan wajahnya ke belakang. Dia sedikit jutek.

"Ayolah.. dari semua penyihir di Dunia Naria. Aku yakin...
Manusia pasti bisa membantumu dari masalah ini."

Sifat Akari sangat baik dan elegan. Wajar saja--dia merupakan keturunan seorang milyader terkenal di Kota Shinjuku. Ayahnya merupakan pimpinan dari salah satu perusahaan terkenal disana.

Akari juga mempunyai sifat yang cukup manja kepada keluarganya. Karena dia sendiri merupakan anak semata wayang. Dia sangat begitu dimanja.

Hasekura masih terdiam dan ingin memastikan apakah Ren sudah pulang di rumah. Dia masih terus kepikiran dan tidak bisa hilang dari pikirannya.

"Hana-san?" Panggil Hasekura.

"Hmm?"

"Apakah Ren-san sudah pulang?"

"Sepertinya dia masih setengah perjalanan bersama Mizuo."

"Huh?" Hasekura menghela nafas lega.

Masalah menghadapi monster Great Shamian Wolf sekarang telah berakhir. 

Tapi--sepertinya belum.

Tiba-tiba terjadi guncangan gempa hebat di bagian selatan Atherium. Hana juga tidak tahu apa yang terjadi.
Gempa yang sangat dahsyat menggoyahkan Atherium.

"Apa yang terjadi!!!" Kaget Akari.

"Minna.. tenanglah!" Perintah Hana kepada seluruh penghuni selatan Atherium.

"Wooooo!!" Kepanikan penduduk Atherium semakin mengguncang.

Portal sihir hitam tiba-tiba keluar dari tanah dan menujukkan seseorang. Tidak lain dia adalah Goro Daiki..
Atau lebih dikenal sebagai Penyihir Kegelapan.

Gempa itu berhenti seketika saat dirinya sudah muncul.

Hana juga tidak mengenali pria itu. Yang jelas tampang pria itu terlihat sangat ingin menghancurkan dunia Naria. Sepertinya ambisi dalam hidupnya digunakan untuk menghancurkan semuanya.

"Aku akan mengajaknya bicara," ucap Akari.

"Apa kau yakin?" Tanya Hana.

"Tenang saja. Ini bagianku. Aku pandai bersosialisasi," jawab Akari.

Suasana semakin mendebarkan karena kedatangan pria misterius itu. Ketakutan penduduk semakin menjadi.
Akari dengan perlahan maju ke depan.

"Namaku Kira Akari--"

"Aku Goro Daiki!
Sepertinya sudah waktunya aku untuk menghabiskan kalian semua! Tepat di malam ini!"
Akari kaget karena perkenalannya langsung dipotong begitu saja, setelah itu--dia lalu mundur beberapa langkah.

Goro berbeda dengan penyihir lainnya yang ada di serikat Sgemoru dan serikat Rhisero. Dia tampak lebih kuat dan begitu asing.

Ditambah lagi, Goro menggunakan topeng putih untuk menutupi identitasnya. Yang terlihat hanya bagian rambut dan pergelangan tangan saja. Sisanya ditutup dengan kain berwarna hitam.

"Aku tidak mengenalmu penyihir kegelapan," ucap Hana.

"Jadi apa benar kau yang bernama Hana?"

"Lalu?"

"Aku akan memusnahkanmu..

Tidak..
Bahkan aku akan menghancurkan Dunia Naria!" Ucap Goro Daiki dengan suara lantang seolah-olah apa yang dikatakannya akan terjadi.

Mystical Savior - Bab 5

12:57 AM Add Comment


 Bab 5

"Kau mau pergi kemana, Ren-san?!" Tanya Hasekura.

Ren menolehkan wajahnya sejenak.

"Tentunya aku mau pulang. Ini sudah larut malam."

"Tapi... kau tidak tahu kemana jalan keluarnya, kan?
Dan kenapa kau tidak ingin menjadi Penyihir?!"

"Aku tidak tertarik sama sekali."

"Dia sama sekali tidak percaya dengan sihir.

Mizuo.. antarkan dia pulang," ucap Hana.

"Baiklah. Kenapa hal ini harus terjadi kepadaku.. ohh..."

Dengan lesu dan lemas, Miuzo akhirnya menghampiri Ren yang sudah berada di depan pintu. Dia seperti itu karrna pria yang dianggapnya tampan tidak akan kembali lagi ke dunia Naria. Hasekura mencoba mencegahnya untuk pergi dan meyakinkannya untuk percaya akan sihir, tapi keputusan Ren sudah bulat. Dia tidak ingin menjadi penyihir seperti diceritakan oleh Hana. Hal ini tentunya sangat mustahil dan aneh. Di jaman teknologi canggih dan peradaban yang maju, mana mungkin ada dunia lain yang tak bisa dijelaskan dengan logika.

"Aku pulang. Jangan lupa besok. Banyak pekerjaan yang belum kau selesaikan," Ucap Ren dengan senyun tipis.

"Ren-san..."

Ren dan Mizuo pun akhirnya pergi meninggalkan tempat kediaman Hana. Sedangkan Hasekura masih di dalam ruang tamu bersama dengan Hana.

Hasekura melirik keadaan sekitar. Terdapat beberapa hiasan aneh yang terpampang di dinding, hiasan itu lebih dari kata "seram".

"Apa itu hiasan rumahmu?" Tanya Hasekura.

"Iya."

"Ko-kowaii..."

"Benarkah? Ini merupakan hasil dari pelatihan Mizuo selama ini."

"Berarti menjadi penyihir itu tidak mudah, ya."

"Tidak. Karena ada beberapa rintangan yang harus kau lalui."

"Rintangan?"

"Nanti kau akan tahu sendiri. Demi Dunia.. kau telah dipercaya untuk hal ini. Savior."

"Bukannya.. di Dunia Naria sudah ada penyihir yang kuat juga ya?"

"Tentu saja."

Hasekura merasa masih kurang percaya diri akan kekuatannya, apalagi dia tak pandai bertarung. Tapi, Hana mencoba memberikan semangat untuknya.Walaupun disini banyak penyihir yang kuat, Hasekura harus tetap mempelajari setiap sihir yang akan diterimanya besok. 

Tidak hanya itu juga, dia juga mempunyai kesibukan di dunia manusia juga sebagai Graphic Designer. Kemungkinan waktu untuk ke Dunia Naria sangat sedikit, jadi sangat sulit untuk memgatur waktu untuk pergi kesana.

"Masalah waktu..." Ucap Hasekura.

"Memangnya ada apa?"

"Aku di dunia manusia selalu menghidupi keseharianku dengan bekerja."

"Bekerja, ya. Tapi bahaya di Dunia Naria sendiri tidak bisa dipastikan dan aku sendiri juga tidak bisa memastikan hal itu.
Jika ada dalam bahaya di Dunia Naria, kau pasti bisa merasakannya."

"Begitu ya. Baiklah kalau begitu, akan kuusahakan!"

Semuanya telah diceritakan, Hana juga mendapat kabar dibagian sisi selatan Atherium diserang oleh beberapa monster. Sesuai keterangannya, serikat itu hanya dihuni oleh manusia biasa dan tidak ada satupun penyihir yang menetap disana.

Hana pun mengajak Hasekura untuk pergi menuju ke bagian selatan Serikat Atherium. Berbeda dengan dunia manusia yang saat ini sudah malam, tapi berbeda dengan bagian selatan Atherium, waktu masih tampak sore, matahari terlihat sebentar lagi terbenam.

"Kau akan mengajakku kemana? Hana-san."

"Ke bagian selatan Atherium."

"Apa yang terjadi?"

"Bagian selatan Atherium telah diserang oleh monster."

"Apa aku bisa mengalahkan monster itu...??" Ucap Hasekura dalam hati. Keraguan melanda hatinya.
Berlama-lama sekitar satu jam mereka akhirnya sampai ke bagian selatan Serikat Atherium.

Mereka terlambat.

Gubuk kecil yang dominan dihuni oleh manusia di Atherium pun telah dihancurkan dan rusak parah. Manusia disana hanya meratapi kesedihan yang mendalam, yang bisa mereka temukan hanya barang-barang yang masih bisa diselamatkan.

Tidak ada korban jiwa di dalam peristiwa ini, kerugian yang dimiliki oleh manusia di bagian selatan Atherium cukup besar.

Disana juga ada satu pria yang melihat sekitar. Tampaknya dia sedang menolong orang-orang di sekelilingnya.

Hana pun juga tidak mengenal siapa pria itu. Hana dan Hasekura pun akhirnya menghampiri pria berambut kuning itu.

"Siapa kau?" Sapa Hana.

"Namaku Kira Akari," Ucapnya.

"Kau... ini..?" Tanyaku.

"Aku bukan penyihir. Tapi sepertinya aku terjebak disini. Sama sepertimu.." ucap Akari.
"Bagaimana kau bisa ta-"

"Aku ini cerdas dan pandai bersosialisasi. Jadi aku bisa mengetahui ini dari siapapun."

"Kau ini dari Tokyo?"

"Betul sekali.. tepatnya dari Shinjuku."

Tidak lama datangnya seorang penduduk Atherium yang bertanya ke Hana. Dia sedikit curoga karena mereka berdua ini tampak asing. Dia tak pernah melihat sosok pemuda ini disini.

"Siapa mereka berdua ini, Hana?" Tanya salah satu penduduk wanita itu.

"Dia.."

Namun, penduduk lain yang ada disekelilingnya sudah bisa merasakan..
Bahwa mereka berdua telah ditakdirkan untuk menjadi Pasukan Mistis.
Penduduk pun memberikan hormatnya kepada mereka. 

"Pasukan Mistis..." ucap penduduk sekitar.

Mereka berdua terasa tersanjung dan terhormat karena ini. Akari sendiri tidak tahu jika dirinya juga akan bernasib sama seperti Hasekura, menjadi salah satu dari Pasukan Mistis.

"Wow.. ternyata disanjung oleh mereka itu rasanya menyenangkan," ucap Akari.

Monster yang dicari pun akhirnya telah muncul dihadapan mereka. Penduduk pun lari ketakutan saat melihat sosok monster itu.

Hana melangkahkan kakinya ke depan dan mencoba melawan monster itu.
[Great Shamian Wolf] Monster serigala yang hampir sama dan mirip dengan Shamian Wolf. Hanya saja, kekuatan dan tubuh fisiknya jauh lebih kuat dari Shamian Wolf.

Dia mempunyai elemen api yang panasnya 2 kali lipat. Jika tersentuh saja, bukan hanya melepuh saat mengenainya--tapi juga akan melelehkan seluruhnya.

Kekuatan yang cukup berbahaya jika melawannya dengan jarak dekat. Apalagi--ditambah mereka berdua yang belum bisa menguasai sihir. 

Hana mempunyai satu rencana yang ada dipikirannya.

"Hey.."

"Siapa yang membunuh Shamian Wolf?"

"Hnngg?"

"Aku bertanya kepadamu!"

"Tentu saja aku yang membunuhnya," jelas Hana.

"Akan kubuat kau meleleh ditempat ini juga!" Ucap Great Shamian Wolf itu.

Dia berlari cukup cepat kearah Hana. Sebuah portal sihir hitam dibawah tanah muncul dan keluar sebuah rantai hitam [Magi : Kuro chēnruā] di berbagai sudut. Great Shamian Wolf segera memberhentikan langkah kakinya untuk kearah Hana.

"Dia.. menjebakku!"

Great Shamian Wolf tidak sempat mundur kebelakang. Dia akhirnya sudah terikat dengan [Kuro chēnruā] di seluruh tubuhnya. Dia tidak bisa bergerak untu saat ini.

"Sial!! Lepaskan aku!!"

[Kuro chēnruā] milik Hana sepertinya tidak akan cukup untuk menghentikan ambisinya untuk membunuh Great Shamian. Tubuhnya terlalu kuat, dengan ranri itu sepertinya masih kurang.

"Tidak mungkin!!" Teriak Hana.

Rantai tersebut mulai retak dengan perlahan dan sepertinya akan segera putus. Great Shamian mengeluarkan seluruh kekuatannya hingga tubuhnya diselimuti api.

"Rantaiku! Apa meleleh?!" Kaget Hana.

Rantai [Kuro chēnruā] meleleh terkena api dari Great Shamian Wolf yang sudah diselimuti api di seluruh bagian tubuhnya itu.

"Kau tidak akan bisa! Mengikatku dengan sihir seperti itu!" Great Shamian Wolf berlari menuju kearah Hana.

Hasekura dan Akari masih terdiam melihat mereka sedang bertarung. Tiba-tiba....

"Akari.. apa yang kau lakukan?" Tanya Hasekura.

Akari mengeluarkan sihir kuning di sebelah kirinya. Tangan kirinya masuk ke portal sihir dan mengambil sebuah senjata.

"Ayo maju, Kirohebi! It's showtime."

Akari saat ini memegang sebuah pedang dengan dilapisi aura warna kuning. Dia melesat ke depan dengan cepat dan mencoba untuk membantu Hana.

Tiaangh!!

Suara pukulan Great Shamian Wolf yang berhasil ditangkis oleh Akari dengan Kirohebi miliknya.
Lapisan api yang dimiliki oleh Great Shamian Wolf layaknya titanium. Yang sangat kuat dan sulit untuk ditembus.

Hana melihat takjub saat melihat Akari mampu menggunakan sihirnya. Namun sekarang bukan saatnya untuk kagum, karena lawan yang ada di hadapannya sangat kuat.

"Akira... kau sudah bisa mengguna--"

"Ini mudah," ucap Akari.

Hana mundur beberapa langkah di belakang dan melihat Akari yang saat ini menggantikan posisinya untuk bertarung.

"Siapa kau ini?" Tanya Great Shamian Wolf.

"Bisakah kita berbicara sebentar? Siapa namamu?" Tanya Akari.

"Aku Great Shamian Wolf! Dan aku yang akan membunuh Hana!"

"Hoho.. ternyata kau tidak bisa diajak berbicara, ya?" Ejek Akari.

Great Shamian Wolf mencoba menendang Akari dengan memutar. Dengan sigap, Akari melompat ke belakang dan menghindari tendangan Great Shamian Wolf.

Hasekura tidak menyangka jika Akari mampu menggunakan sihirnya dan cara bertarungnya yang sangat menakjubkan. Dia seperti orang yang pertama kali masuk ke dunia ini. Bagaiamana tidak, dia pertama kali masuk ke dunia ini sudah bisa menggunakan sihirnya meskipun hanya tergolong sederhana.

"Sugoi," Puji Hasekura.