Bab 1
25 Januari 2016
Aku terbangun dari
tidurku semalaman yang begitu nyenyak. Dan seperti biasanya, aku segera
keluar dari kamar lalu turun dari anak tangga, mengambil handuk yang ada
di kursi ruang tamu dan bersiap mandi.
Setelah membersihkan
diri, aku berkaca di depan cermin kamar mandiku, melihat wajahku dengan
rambut yang masih berantakan serta semuanya sudah bersih dan bersinar.
Masih pukul delapan pagi, aku pergi melangkahkan kakiku keluar dari kamar mandi dan pergi ke dapur.
Aku membuka kulkas dan menghela nafas sejenak.
Segelas susu dan roti tawar yang akan menjadi santapan pagi hariku. Tidak cukup banyak isi yang ada di dalam kulkas milikku.
Aku mengambilnya dengan rasa malas dan meminumnya sesaat. Kuhiraukan semua tumpahan susu yang membasahi pakaianku.
Setelah meminumnya, aku melihat roti tawar yang sudah kupegang, aku menatapnya lagi.
"Roti... roti.. dan roti.."
Aku langsung membuangnya ke tong sampah.
Aku tidak mau
berlama-lama di rumah sendirian yang sangat membosankan. Aku beranjak
pergi dari dapur dan meninggalkan rumah untuk bekerja.
Pekerjaanku saat ini adalah sebagai Desainer Grafis di
salah satu perusahaan yang paling ternama dan terbesar di Kota Tokyo.
Tapi dibalik kebanggaan itu, pegawai yang di dalamnya selalu memanggilku
dengan "si pria pemalas".
Sesuai julukannya, sifat malas menjadi prioritas utamaku, tapi kemalasanku itu selalu dibayar oleh pihak perusahaan.
Maka dari itu, aku membutuhkan suatu hal atau kegiatan agar tidak membuatku merasa bosan.
Maka dari itu, aku membutuhkan suatu hal atau kegiatan agar tidak membuatku merasa bosan.
Aku berjalan di pinggir
jalan tol, suasana seperti biasanya, banyak kendaraan yang lewat, dan
banyak pejalan kaki yang lewat dan ku hiraukan saat ini.
Tanpa sengaja, aku juga bertemu dengan salah satu temanku, dia juga bekerja disana.
Arinori Hasekura, pria berambut biru yang selalu menebar keceriaan di perusahaan. Walaupun dia seorang periang, tapi menurutku dia sangat membosankan.
Arinori Hasekura, pria berambut biru yang selalu menebar keceriaan di perusahaan. Walaupun dia seorang periang, tapi menurutku dia sangat membosankan.
Dibalik semua itu, dia adalah orang yang baik dan mengerti keadaanku.
Keceriaan yang menerangi
hidupnya selama ini, tidak peduli jika dia adalah orang yang selalu
ceria. Keceriaan datang dari hati manusia sendiri dan setiap manusia
pasti mempunyai hal itu.
"Selamat pagi! Ren!" Sapa Hasekura.
"Hai," balasku dengan cuek.
"Ayolah, jangan seperti itu. Semangat pagi! Semangat!"
"Semangat apanya," jawabku.
Kami berdua jalan bersama menuju ke perusahaan. Tapi di depan, aku melihat banyak orang yang menggeromboli seseorang.
"Ayo kita lihat!"
"Baik."
"Permisi.. permisi.." Ucap Hasekura yang mencoba melihat siapa yang ada di dalam gerombolan itu.
"Siapapun, tolong.. tolong aku," ucap nenek.
"Ada apa, nenek?" Ucap salah satu pejalan kaki yang melihat nenek itu tergetak lemas di tanah.
"Barangku hilang.."
"Barang apa yang hilang?" Tanya pejalan kaki itu.
"Dia mencuri barangku. Dia adalah penyihir... Penyihir jahat," ucap nenek tua itu.
"-dia membawa barangku itu ke suatu tempat."
"Dimana tempat itu?"
"Bangunan tua yang ada di sebelah sana."
Bangunan itu adalah
bangunan yang sangat angker dan tidak berpenghuni. Masyarakat Tokyo
sudah mengetahui kejadian itu sudah sejak lama, tidak ada satupun orang
yang mendekati bangunan itu, karena disana banyak kejadian aneh yang
sudah terjadi. Dari hilangnya seseorang di dalam bangunan itu, terjadi
orang yang bunuh diri dan lain-lain.
Setelah aku mendegarkan
cerita nenek itu tentunya sangat mustahil. Kota Tokyo adalah tempat yang
aman dan tidak pernah terjadi tentang hal seperti itu, anehnya lagi,
seorang penyihir yang mencuri barang milik nenek itu.
"Apakah ada yang ingin membantuku untuk mengambil barang milikku di bangunan tua itu?" Tanya nenek tua.
Orang yang melihat dan
mendengarkan cerita nenek itu pun hanya bisa melihat langit dan melihat
tanah dengan perasaan tidak percaya.
Mereka tidak akan mau
melakukan hal itu demi sebuah barang orang lain. Serta mustahil baginya,
jika barang itu diambil oleh penyihir.
Apa tujuan penyihir mencuri barang itu?
Hasekura langsung menjawabnya...
"Aku mau.."
Orang yang disekitar pun melihat Hasekura dengan raut wajah kebingungan.
Aku pun juga sama.
"Apa kau ini gila!" Ucap orang itu.
"Hasekura..."
"Apa salahnya jika aku menolong nenek yang kehilangan barang berharganya!"
"Kau akan mati sia-sia disana!"
"Aku tak akan mati! Aku percaya jika keajaiban itu ada! Pasti ada!"
"-kau akan membantuku, kan?" Lanjut Hasekura sembari menoleh kearahku.
"Tapi.."
"Kau harus ikut denganku, kepandaianmu sangat diperlukan untuk memecahkan masalah ini."
"Jangan memaksaku..
Tapi, baiklah. Aku akan membantumu."
Tapi, baiklah. Aku akan membantumu."
Orang yang disana pun
bubar dengan sendirinya dan mereka tetap tidak menyangka bahwa hal itu
benar-benar terjadi. Di dunia seperti ini, penyihir itu tidak ada sama
sekali.
"Sekarang, antarkan aku ke banguan tua itu, aku akan membantumu."
"Baiklah.. ayo." Ajak nenek itu.
"....menyebalkan. Pagi-pagi sudah seperti ini, menghancurkan hariku saja," Batinku.
Akhirnya kami berdua diajak ke bangunan tua itu. Bangunan itu lebih tepatnya aku sebut istana megah dan mewah.
Walaupun kelihatan sangat angker dan menyeramkan, tapi jika dipoles
dengan cat dengan warna terang. Mungkin kata "angker" itu bisa hilang.
"Jadi.. disini tempatnya," ucap Hasekura.
"Iya, cu!" Jawab nenek itu.
"-masuklah dan cari barangku disana."
Disaat Aku dan Hasekura menengok kebelakang, nenek itu sudah hilang bagaikan debu.
Aku dan Hasekura hanya bisa tercengang melihat nenek itu yang tiba-tiba menghilang.
Hasekura mencoba mencari nenek tua itu dari berbagai sudut bangunan itu.
"Nenek.. keluarlah. Jangan bermain petak umpet disaat seperti ini.
Kalau mau main, nanti kita main bersama."
Kalau mau main, nanti kita main bersama."
"Main....?"
"Ren! Neneknya hilang.
Kalau begitu, ayo kita masuk dan ambil barang itu lalu kita pergi!"
"Baik."
Kami mencoba membuka
gerbang itu, lalu dengan perlahan kami memasukinya. Sesampainya kami di
depan pintu rumah megah itu, kami membukanya dengan perlahan.
Kuperhatikan sisi kiri dan kanan tidak ada siapapun kecuali Hasekura.
Tiba-tiba tubuhku dan Hasekura terhempas masuk kedalam bangunan itu seolah-olah ada seseorang yang mendorong kami dari belakang.
Kami sudah tergeletak disana.
"Hoy! Siapa yang mendorong kami!
Jika aku melihatnya, akan kuhajar kau!" Bentak Hasekura.
"Hasekura.." Panggilku. Aku mencoba membuat Hasekura sedikit lebih tenang.
"Keluarlah!!! Dasar!!"
"Hasekura.." Panggilku sekali lagi.
"Jangan bersembunyi kau!!! Woy!!"
"Hehh..
Hasekura!!!"
"Apa! Apa!" Kaget Hasekura.
"Lihatlah..."
Kami dengan perlahan bangkit dan melihat isi di dalam bangunan itu. Bukan seperti furniture bangunan
yang kami lihat, melainkan yang kami lihat adalah sebuah pemandangan
luas yang menampilkan keindahan layaknya alam bebas.
Pohon besar yang sangat lebat dan kupu-kupu yang beterbangan menjadi suatu keindahan di dalamnya
.
"Waow.... indah... sekali.." Takjub Hasekura.
"Aneh," ucapku.
"Kita cari barang itu!"
"Tapi, barang apa yang akan kita cari. Nenek itu masih belum jelas."
"Kita cari apa saja!"
"......." Aku menghela nafas sejenak.
"Ren Katsuo! Bantu aku!"
Aku mencoba menggerakkan
tubuhku untuk mencari barang yang tidak jelas itu. Malas yang saat ini
kurasakan, tidak hanya telat bekerja tapi menurutku hal ini hanya
membuang waktuku saja.
Aku mencoba mencari di
sudut sebelah kanan yang tertutupi oleh semak-semak belukar. Dan tidak
sengaja aku menemukan sebuah tas kecil berwarna coklat kemerahan.
"Hasekura! Aku sudah menemukannya."
"Benarkah!"
Hasekura menghampiriku dan menatap tas dengan model sederhana itu.
"Mungkin ini tasnya! Sekarang ayo kita pergi dan keluar dari sini!"
Kami berdua pun akhirnya berhasil keluar dari rumah angker itu.
Setelah keluar kami
mencoba mencari nenek itu di sekitar luar bagunan rumah itu,
berlama-lama mencari kami kaget jika nenek itu sudah ada di belakangku.
"Cu!"
"Ashhh!!" Kaget kami.
"Nenek, apa ini benar barang yang anda cari?" Ucap Hasekura.
"Ini.. tasku."
"Syukurlah," batinku.
"Inilah ramalan yang sudah ditentukan. Selama ini merekalah yang aku cari," ucap nenek itu dalam hati.
EmoticonEmoticon