Bab 8
Tiga puluh menit kemudian, Mizuo akhirnya sampai di tempat kejadian. Dia melihat Hana yang sudah tergeletak lemas.
"Hana-sama! Kau baik-baik saja?!" ucap gadis berambut blonde itu.
"Iya aku baik-baik saja."
Begitu terkejutnya Mizuo
ketika melihat bagian selatan serikat Atherium telah luluh lantah. Dia
juga belum tahu bahwa naga emas suci berhasil dikalahkan. Sangat sulit
Hana untuk mengatakannya, tanggung jawab menjadi seorang penyihir memang tidak mudah. Penuh tanggung jawab yang besar untuk melaksanakannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi disini?" Tanya Mizuo.
"Serikat Atherium.."
"Mizuo.. sebaiknya hentikan pertanyaanmu sekarang. Hana masih lemah," ucap Hasekura.
"Tidak apa-apa, Hasekura. Aku akan mengatakannya," potong Hana.
Hana dengan perlahan menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dan bagian selatan Atherium itu. Mulai dari Great Shamian Wolf sampai dari Penyihir Kegelapan bertopeng, Goro Daiki.
Selang Mizuo mendengar
cerita itu, terasa mustahil baginya. Hana adalah penyihir yang cukup
kuat. Tapi dia juga belum pernah melihat betapa lebih kuatnya Goro.
Mizuo masih menatap Hana dengan tatapan tidak percaya. Apalagi Hana terlihat tak membawa tongkat itu.
"Dimana tongkatmu?" Tanya Mizuo.
"Tongkatku telah diambil olehnya."
"Jadi penyihir kegelapan itu.." gumam Mizuo.
"Sekarang bagaimana dengan nasib Atherium?" Tanya Hasekura.
"Karena itulah.. Dunia Naria membutuhkan kalian semua. Aku akan mengurus semuanya.
Sekarang kalian boleh pulang.." ucap Hana.
Hana menyuruh Hasekura
dan Akari untuk pulang. Tapi mereka tidak mau meninggalkan Hana karena
kondisinya yang masih lemah. Hasekura merubah posisi duduknya dengan
mengangkat kaki kirinya dan kedua tangannya melingkar ke lututnya.
Dengan berhubung di bumi [dunia manusia] juga sudah larut tengah malam, mereka memutuskan untuk kembali ke dunia manusia.
"Baiklah. Hasekura-chan, ayo kita pulang.."
"Uhm.. baik.." Hasekura mulai berdiri dari kursi kayunya.
"Mizuo antarkan kami pulang.." seru Akari.
Akari meminta untuk
Mizuo mengantarkannya. Tapi mereka harus pulang sendiri karena mereka
adalah sudah bagian dari dunia Naria. Mereka harus menemukan dimana
tempat untuk pulang.
Hana hanya memberikan satu bocoran saja. Percaya dengan sihir.
Mereka hanya mengangguk kepala. Dengan perlahan mereka mulai meninggalkan Hana dan Mizuo.
Mereka berjalan dan
terus mengelilingi sekitar selatan Atherium yang sudah cukup hancur itu.
Yang mereka lihat hanya ada pepohonan tinggi dan beberapa gubuk yang
masih selamat.
Selama dua puluh menit mereka mencari, mereka bersandar dibawah pohon yang rindang itu karena kelelahan.
"Hey Hasekura. Kita sangat kewalahan untuk mencari jalan keluarnya. Menyebalkan."
"Iya. Aku juga kelelahan sekali.. Padahal disini juga sudah mulai larut malam."
Hasekura mulai mengingat perkataan Hana.
Harus percaya sihir. Itu adalah kunci utama untuk keluar dan pulang dari dunia Naria.
Hasekura berdiri dan menghadap pohon itu. Dia memejamkan matanya sejenak dan berkata "Aku percaya sihir."
Tangannya mulai meraih batang itu dan alangkah anehnya. Kedua tangannya menembus pohon itu lalu dia membuka matanya sejenak.
Dia sudah berada di depan bangunan tua angker seperti yang dilakukan saat siang tadi [dunia manusia].
"Wow.. aku kembali.."
Hasekura mencoba membuka pintu itu lalu masuk kembali di dunia Naria. Akari masih menunggu.
"Diaa.. menghilang!"
"Akari-san! Aku sudah menemukan jawabannya!"
"Apa?! Jadi kau tadi tembus ke dalam pohon itu!"
"Coba kau pejamkan kedua matamu ke gubuk itu."
Akari melihat gubuk di depannya yang letaknya tidak jauh dari dirinya. Dia berjalan menghampiri gubuk itu.
Dia mencoba melakukan
sesuai intruksi dari Hasekura. Dia begitu percaya dengan Hasekura karena
hal yang dilakukannya tadi benar-benar berhasil.
"Lalu.."
Hasekura menyuruh Akari
untuk mencoba memahami isi dunia Naria. Sesuaikan dirinya terhadap dunia
Naria. Dan yang lebih penting lagi..
Percaya..
Percayalah dengan sihir..
"Baiklah aku percaya dengan sihir!
Terima kasih, Hasekura-chan!"
Terima kasih, Hasekura-chan!"
Hal yang dilakukan oleh Akari sama halnya dengan Hasekura. Hanya saja Akari beda tempat atau lokasi dengan Hasekura.
"Jadi.. sudah pulang ya?
Sama-sama!"
Sama-sama!"
Hasekura juga melakukan hal yang sama.
Sudah sampai di depan
banguan angker itu, dia melihat Ren yang masih belum pulang, tampaknya
dia sedang menunggu sesuatu. Hasekura pun lalu menghampiri Ren.
"Ren-san! Kenapa kau tidak pulang?" Sapa Hasekura.
"Aku hanya menunggumu.."
"Menunggu..ku?"
Ren menatap Hasekura dengan tatapan tajam dan berkata..
"Sekarang ayo kita pulang!" Dia menghela nafas.
"I-iyaa.. maaf telah membuatmu lama menunggu."
****
Waktu sudah pagi, sekitar pukul tujuh lebih dua belas menit. Ren mendengar suara ponselnya berderig keras.
Saat di terbangun, dia melihat siapa yang menghubungi pagi-pagi sekali menurutnya. Ternyata suara deringan itu hanya alarm yang ada di ponselnya. Alarm itu sudah hampir sepuluh kali bunyinya.
"Apa aku seperti itu?" Dia bergumam tidak percaya.
Kesiangan lagi, itu yang
biasa dilakukan oleh Ren. Namun tidur kesiangan sudah hal yang biasa
untuk Ren. Terkadang dia malah pernah bangun sampai jam sepuluh pagi.
Dia beranjak dari kasur
dan mencari sesuatu untuk dimakannya. Perutnya sudah keroncongan karena
lapar. Dia segera menuju ke lantai bawah untuk ke dapur.
Sampai di dapur, dia membuka kulkas.
"Hmm... telur dan sosis."
Dia mengambil sosis siap jadi itu lalu membuka kemasannya. Lagi-lagi dia memakan makanan yang sangat membosankan.
Dia melihat sejenak dalam kemasan itu dan tertulis..
Selamat! Anda telah mendapatkan satu unit mobil!
Tukarkan kemasan ini di toko terdekat!
Tukarkan kemasan ini di toko terdekat!
"Hadiah mobil.. hmm.. buang saja. Aku hanya ingin diskon besar-besaran di mall."
Dia membuang kemasan itu
ke dalam tong sampah di sebelah kulkas itu. Setelah dia makan sosis,
dia segera bergegas mandi seperti biasanya.
Tidak ada rencana apa-apa untuk hari ini. Dia akan bekerja seperti biasa.
Setelah berdandan rapi seperti mau pergi ke acara pesta pernikahan, rambut acak-acakan dengan muka kusut tanpa semangat.
Dia segera pergi bekerja.
Di tengah perjalanan sendiri, dia selalu memikirkan kata-kata dari Hana. Yang ditakdirkan untuk menjadi Pasukan Mistis.
Namun, hal itu sulit
juga untuk dipercaya. Jika ada dunia lain seperti dunia Naria. Rasanya
seperti mimpi memang, dia terus memikirkan hal itu dengan memegang
dagunya.
"Apa benar aku akan menjadi Pasukan Mistis?"
Tapi dia saat ini tidak ingin bekerja, melainkan dia berbelok ke salah satu Mall untuk pergi berbelanja pakaian.
Banyak toko yang
berjajar disana. Dia hanya bingung melihat pakaian mana yang akan
dibelinya, bukan masalah penampilan ataupun kualitas pakaian--tapi dia
hanya mencari harga diskon yang paling tinggi.
Diskon 12%, 15% bahkan sampai 25% tidak membuatnya tertarik. Dia ingin melihat diskon hingga mencapai 99,9%
"Kenapa harga di jaman sekarang mahal ya? Coba saja kalau gratis."
Dia begitu bosan melihat tidak ada diskon yang cukup heboh. Dia berjalan terus sambil melihat orang-orang yang berteriak lantang untuk menawarkan barang dagangannya.
Tanpa sengaja dia
melihat sosok wanita sedang membeli sebuah kaset DVD yang cukup mirip
dengan Hana. Ren lalu memegang kedua pundaknya lalu memanggil Hana
dengan keras.
"Hana! Bagaimana kau bisa ada disini!"
Wanita itu mendorong Ren kebelakang. Bahkan wanita itu tidak mengenal siapa Hana. Dia menatap Ren aneh.
"Siapa kau?! Aku tidak mengenalmu!
Pergi sana!" Bentak wanita yang mirip Hana itu.
Pergi sana!" Bentak wanita yang mirip Hana itu.
"Jadi.. kau bukan Hana ya?"
"Hana darimana! Aku tidak mengenalmu bodoh!"
"Maafkan aku.."
Ren itu menatap wanita
itu aneh, dari fisik dan wajahnya sudah benar-benar mirip dengan Hana.
Ayolah, ini hanya pikirannya saja. Dia masih terbayang akan kejadian
kemarin.
"Kenapa kau melihatku seperti itu! Pergi!"
Bentakkan dari wanita
itu membuat Ren tersadar sedikit. Ren berjalan meninggalkan wanita itu,
dia kembali meratapi kebosanannya. Entah kenapa dia tak ingin bekerja
hari ini.
"Bahkan tidak ada satupun diskon disini.
Ohya.. aku harus menghubungi Hasekura," gumam Ren.
Ohya.. aku harus menghubungi Hasekura," gumam Ren.
Dia mencoba mengambil
ponselnya di saku celananya, tapi alangkah sialnya--ponsel yang sudah
ada di genggamannya langsung diambil oleh anak kecil.
"Ponselku.. kembalikan
bocah! arghhh!" Teriak Ren dengan mengacak-acak rambut pendeknya. Kenapa
kesialan ini harus terjadi padanya.
EmoticonEmoticon